Tawa renyah masih menghiasi bibir merahnya. Jari-jari itu masih mengait erat di lenganku. Dan senyuman kecil tercetak di bibirku. Senyuman tulus yang tak kusadari sebelumnya.

“Tepati janjimu!” Tagih gadis itu.

“Janji?” Tanyaku.

Gadis itu menghela napas kesal. “Apa seperti itu seorang kekasih?” Balasnya dengan ekspresi kecewa. Tapi ekspresi itu sama sekali tidak membuatku takut atau menyesal. Justru membuat bibirku semakin tertarik ke atas.

“Kekasih?” Tanyaku lagi

Tiba-tiba sebuah pukulan pelan mendarat di lenganku. “Berhentilah bermain-main!” Ucapnya kesal

“Main-main?”

“Aku bisa gila!” Jawab gadis itu sambil berjalan mendahuluiku.

Aku hanya bisa tersenyum kecil melihat kelakuannya. Mengapa gadis itu sangat menggemaskan? Mengapa gadis itu terlihat sangat lucu dengan berbagai ekspresi yang menghiasi wajahnya? Pelet apa yang digunakan olehnya? Damn, aku benar-benar kecanduan!

“Baiklah, apa yang kau inginkan?” Tanyaku ketika berhasil menyamai langkahnya. Gadis itu tidak menggubrisku, ia terus berjalan. “Hei, apa yang kau inginkan?” Ulangku sambil berusaha berada di sampingnya. Tapi di luar dugaan ia justru mempercepat langkahnya dan berjalan beberapa meter di depanku.

“Ice cream sepertinya sangat lezat” Godaku sambil berusaha menyusul. Namun tidak ada perubahan reaksi yang ditunjukan. “Hei, tunggu!” Cegahku sambil mengenggam pergelangan tangannya.

“Kau harus mentraktirku ice cream sampai kedai itu tutup!” Kata-kata yang terlontar dari mulutnya.

“Selama itu?” Tanyaku ragu

“Ya!” Jawabnya mantap dengan mata berbinar

Mata itu sangat indah. Manik hitamnya seperti menari-nari memancarkan sesuatu yang tak dapat kudeskripsikan. Kutatap semakin dalam, seperti ingin menelusuri hal apa yang membuat mata itu terlihat sangat indah. Aku sendiri tak mengerti, mengapa sosok di hadapanku ini terlihat sangat mengagumkan di mataku? Apa yang membuat semua tingkahnya dapat terekam dengan manis di otakku? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia membuatku seolah-olah aku orang terbodoh di dunia ini.

“Kenapa?” Tanyanya bingung melihat ekspresiku yang mungkin sulit terbaca olehnya. “Apa kau keberatan?”

“Bodoh, bagaimana mungkin aku keberatan” Jawabku

“Benarkah?”

Tanpa mengucapkan satu katapun, kudekap gadis itu dalam pelukan. Kubenamkan wajahku ke rambut hitamnya. Tangan mungil itu membalas pelukanku. Aku merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang baru kurasakan belakangan ini. Detak jantung yang tak terkontrol, entah itu milikku atau miliknya.

“Good Job!!!” Teriak seseorang sambil bertepuk tangan.

Dan dalam hitungan detik gadis itu menguraikan pelukannya. Beberapa orang mendekati kami. Salah seorang dari mereka mengulurkan sebuah botol mineral kepadaku. Kemudian seorang lainnya merapikan rambutku yang sedikit berantakan karena sapuan angin.

“Bagus! Chemistry kalian sempurna” Komentar yang tiba-tiba terlontar

“Ayo, lanjut ke scene berikutnya!” Teriak sutradara yang duduk di belakang monitor tak jauh dari tempatku berdiri.

Aku menghela napas perlahan. Ya, saatnya kembali ke dunia sesungguhnya.


“Hari ini cukup. Ingat, besok kalian semua harus tiba di lokasi tepat waktu!” Ucap sutradara sambil mengemasi barang bawaannya.

“Siap Pak!” Jawab serempak beberapa kru.

“Dimana Alena?” Tanya salah seorang kameramen.

“Mungkin pulang, dia terlihat sangat lelah hari ini” Jawab salah satu kru.

“Hari ini memang melelahkan” Tambahku. Ya, walaupun lelah tapi semakin ke sini aku semakin menikmatinya.

Penggarapan film ini hampir sama dengan beberapa film yang sudah kubintangi sebelumnya. Setelah menandatangani kontrak, kami mulai syuting di berbagai lokasi. Film ini bergenre romantic comedy yang menurutku cukup menarik dan mengocak perut. Menjadi pemeran utama dalam sebuah film romantis bukan hal yang asing bagiku. Tentunya dengan berbagai lawan main, membuatku semakin profesional dalam memerankan sebuah karakter.

Dalam film ini aku diberi kesempatan beradu akting dengan Alena Soraya Putri. Sebelumnya kami pernah bertemu dalam berbagai acara tapi kami hanya saling tahu, tidak saling mengenal. Awalnya aku merasa canggung untuk berakting mesra dengannya sehingga kami harus mengulangi beberapa kali agar mendapat hasil yang maksimal. Tapi tentu saja bukan Rion namanya jika tidak dapat menghilangkan rasa canggung tersebut. Rasa canggung bukan masalah besar untukku. Terbukti hanya dalam beberapa hari saja aku sudah mulai profesional dan sepertinya gadis itu juga melakukan hal yang sama.

Beberapa bulan berakting sebagai sepasang kekasih, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Tapi kutekan dalam-dalam rasa itu karena aku sendiri juga tak mengerti apa yang kurasakan. Hubungan kami semakin dekat, tidak hanya di dalam film. Alena memang gadis yang menyenangkan. Tentu bukan aku saja yang beranggapan seperti itu, semua pemain dan kru juga mengakui keceriaan gadis itu.

Namun sayang, film ini hampir rampung dan diperkirakan sekitar 3 hari lagi. Time goes so fast. Aku sudah terbiasa dengan kehadirannya, tawanya dan tatapan matanya yang masih membingungkanku hingga saat ini. Chemistry yang seharusnya aku ciptakan ketika berakting justru berkelanjutan hingga ke dunia sesungguhnya. Kekaguman seorang David –tokoh yang kuperankan- kepada Hanna –tokoh yang diperankan Alena- juga mengantarkan kekaguman seorang Rion kepada Alena.

Jujur, sampai saat ini aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kurasakan. Apa hanya kagum atau lebih dari itu? Aku sangat menikmati adegan-adegan bersamanya dan jauh di dalam diriku berharap agar adegan itu benar-benar nyata. Apa aku gila? Namun aku sendiri juga bingung, mengapa aku bisa tertarik dengan gadis itu? Karena dia cantik? Tentu bukan alasan klise semacam itu yang membuatku tertarik. Karena sebagai seorang entertain duniaku dikelilingi oleh banyak wanita dengan kecantikan yang sempurna jadi aku sangat yakin kecantikan bukan salah satu alasannya.

Namun rasa ini benar-benar seperti tak dapat kukendalikan. Sekarang aku sadar akting bukan hal yang mudah, apalagi berakting untuk bersikap biasa saja di depan gadis itu. Apa aku harus mengungkapkannya? Tapi di lain sisi ada rasa takut yang menyelimutiku. Rasa takut tidak bisa bertindak seperti teman pada umumnya karena canggung akan merampas kenyamanan di antara kami. Canggung di sini tentu saja bukan rasa canggung seperti di awal tapi canggung yang benar-benar membunuh. I really hate that feeling!


“Aku mencintaimu”

“Aku juga mencintaimu”

Hening. Tatapan matanya memancarkan keseriusan. Aku tenggelam dalam keterpakuanku sendiri. Jantungku berdetak sangat cepat. Gadis ini. Seandainya gadis di hadapanku ini benar-benar Lena.

“Cut!!!”

Teriakan itu membuyarkan semuanya.

“Apa yang kau lakukan? Mengapa kau hanya diam?” Tanya sutradara

“Maaf” Jawabku sambil meraih kertas skenario. Aku bersikap seolah-olah lupa dengan dialog yang akan ku ucapkan. Mataku menatap kertas penuh tulisan itu dengan pikiran menerawang. Apa yang baru saja kulakukan? Fokus Rion!

“1..2… Let’s go!”

“Aku mencintaimu”

“Aku juga mencintaimu”

“Will you marry me?”

“Yes, I wiil” Gadis itu menjawab sembari loncat memelukku. Kubalas pelukan itu lebih dalam.


Benar kata orang, menghapus sebuah perasaan tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan aku lebih memilih dihajar oleh sekelompok preman daripada harus merasakan perasaan absurd ini. Perasaan absurd yang sangat menghambat dan mungkin secara perlahan akan membunuhku. Oh tidak, apa yang baru saja ku katakan? Ini semua sangat tidak masuk akal.

Sudah sekitar 6 bulan aku tidak bertemu dengan Lena. Setelah penggarapan film dan sesi promosi telah usai, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Mungkin faktor kesibukan yang sangat lekat dengan kami berdua. Namun tidak peduli betapa sibuknya diriku, bayang-bayangnya masih terlihat jelas di mataku. Ada rasa menyesal karena tak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya kurasakan.

‘Bangun Rion! Kau bukan remaja labil yang harus pusing hanya karena seorang gadis!’ Batinku kesal

Mobil yang kutumpangi berhenti tepat di depan sebuah gedung. Setelah membereskan beberapa barang yang harus kubawa, aku pun turun dari mobil. Aku melirik sekilas ke arah Pram –manager sekaligus sahabatku-, aku masih sedikit kesal dengannya. Kalau bukan karena dia yang tiba-tiba menyetujui jadwal talkshow ini pasti sekarang aku sedang bersantai menikmati detik jam yang berjalan.

“Sudahlah jangan memandangku seperti itu, apa boleh buat? Kita sudah menyetujui untuk mengisi talkshow ini” Ucap Pram

“Kita? Kau yang menyetujuinya. Lebih baik kau saja yang menjadi bintang tamu” Jawabku

“Yakin? Kau akan menyesal nantinya”

“Aku sudah menyesal saat ini”

Lelaki itu tertawa. “Sudahlah, ayo masuk! Lagian talkshow ini memiliki rating cukup tinggi jadi sayang untuk dilewatkan”

Aku memasuki gedung itu tanpa menghiraukan ucapan Pram. Tapi lelaki itu bersikap seperti tidak melakukan kesalahan apapun, dengan santai ia berjalan disampingku.

“Masuklah, kau adalah bintang tamu pertama” ucap Pram sambil mendorongku pelan

Benar, baru beberapa langkah saja tiba-tiba namaku dipanggil oleh host. “Ini bintang tamu spesial kita, Rion Dewanggara!”

Dengan senyum sumringah aku berjalan mendekati host tersebut. Setelah bersalaman, aku pun mengambil duduk di sofa yang telah disediakan.

“Bagaimana kabarmu?” Tanya host membuka percakapan.

“Seperti yang dapat dilihat, baik”

“Aku dengar kau sedang sibuk membintangi sebuah video clip?”

“Ya itu benar”

“Oh ya, kalau mendengar namamu pasti mengingatkanku pada film yang beberapa bulan lalu mendapat respons luar biasa dari masyarakat khususnya remaja. Bagaimana pendapatmu?”

Deg. Aku bisa menebak kemana arah pertanyaan host ini.

“Awalnya aku berpikir film itu cukup unik karena tidak seperti film romantis pada umumnya, di film tersebut di bumbui unsur comedy sehingga tidak terkesan monoton”

“Ya kau benar, ketika menontonnya benar-benar membuatku terus tertawa tapi ada juga adegan yang membuatku tersentuh, benar-benar dalam takaran yang pas. Skillmu dalam berakting sangat patut diacungi jempol”

Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

“Bagaimana perasaanmu ketika beradu akting dengan Alena?” Tanyanya tanpa rasa berdosa sedikitpun.

Aku menghela napas perlahan.

“Alena orang yang menyenangkan sehingga kami dapat dengan mudah menciptakan chemistry dan ada rasa bangga tersendiri karena bisa beradu akting dengannya” Jawabku. Betapa pintarnya aku menyembunyikan semuanya? Tak salah host itu memujiku, bukan?

“Ok, tapi tidak lengkap jika kita tidak mengundang lawan mainmu itu, Alena Soraya Putri!” Ucap host ini dengan nada seperti memanggil

Dan benar saja, tiba-tiba seorang gadis berjalan mendekati kami. Napasku tercekat. Gadis itu tidak berubah. Ingin rasanya aku berlari mendekat dan memeluknya erat. Dia tersenyum dan mengambil duduk tepat di sebelahku. Bagaimana bisa dia tersenyum dengan mudahnya sedangkan aku di sini seperti hampir mati menahan rindu?

“Hai Alena, bagaimana kabarmu? Dan apa kesibukanmu belakangan ini?”

“Baik, sekarang aku sedang sibuk menyiapkan skripsi” Jawab gadis itu dengan tidak mengurangi sedikitpun senyuman di bibirnya.

Oh God, bisakah Kau menyuruhnya berhenti tersenyum? Senyuman itu sangat menyita perhatianku. Mataku tidak mau berpaling untuk tidak memandangnya.

“Skripsi? Pasti itu cukup berat mengingat kesibukanmu yang sangat padat” Komentar host “Oh ya, film kalian mendapatkan perhatian baik dari masyarakat, bagaimana perasaanmu ketika beradu akting dengan Rion?”

“Menyenangkan, daya tangkapnya sangat cepat sehingga dia sering mengajariku ketika aku dalam kesulitan”

Aku tersenyum mendengar ucapannya.

“Bagaimana hubungan kalian sekarang?”

Sh*t! Bagaimana bisa ada host seperti ini?

“Hubungan kami biasa saja walaupun kami jarang bertemu belakangan ini tapi tentu saja hal itu tidak merusak hubungan pertemanan kami” Jawab Alena.

“Kalau begitu apakah kalian mempunyai kesan mendalam dari syuting film tersebut? Karena banyak sekali adegan mesra yang kalian lakukan?”

“Kesan mendalam?” Tanya Alena bingung sambil memandangku.

Aku menghela napas sejenak. “Ya, aku mempunyai kesan mendalam dari beberapa adegan tersebut”

Sontak semua terkejut termasuk gadis di sampingku itu.

“Wah, kesan seperti apa?” Host itu terlihat sangat excited.

Aku terdiam. Apa yang baru saja kukatakan? Tapi dalam diriku seperti ada dorongan besar untuk mengungkapkan semuanya. Ada apa denganku? Tapi logikaku sepertinya sudah tidak berfungsi. Kulirik sekilas Pram yang duduk di bangku penonton. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk pelan seperti bisa membaca pikiranku. Respon Pram membuat kepercayaan diriku semakin bertambah.

“Kesan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, kesan yang masih terasa hingga saat ini” Jawabku tanpa berpikir panjang. Aku tidak peduli gosip apa yang akan tersebar, aku tidak peduli segerombolan wartawan yang akan mengerubungiku nantinya. Aku tidak peduli semua itu.

“Apa maksudmu?” Alena mengerutkan keningnya.

“Wajahmu, senyummu dan tatapan matamu seperti narkoba bagiku”

“Akting apa yang sedang kau lakukan hah?” Tanya gadis itu kesal

“Apa aku terlihat seperti berakting?”

“Rion, bisa kau jelaskan maksud ucapanmu barusan?” Tanya host berusaha menengahi.

“Jujur, aku merasakan sesuatu yang berbeda saat beradu akting dengan Alena. Aku sangat menikmati setiap detail adegan yang kami lakukan bahkan bukan hanya sekedar sebagai lawan main” Kuhembuskan napas perlahan “Aku ingin lebih dekat denganmu, lebih dari seorang teman” Tambahku sambil beralih menatapnya.

“Apa kau gila? Talkshow ini live dan ditonton banyak orang” Balas Alena seperti berharap aku sadar dan menyesali ucapanku.

“Mungkin aku memang gila, aku berpikir ini adalah saat yang tepat. Aku takut tidak dapat bertemu denganmu lagi karena kesibukan akan membuat jarak di antara kita semakin jauh”

“Rion” Panggilnya pelan

Sepertinya host acara talkshow ini kehabisan kata-kata melihatku. Tapi tentu saja tak kuhiraukan. Hanya gadis ini yang kuhiraukan. Gadis yang telah merampas akal sehatku..

“Apa kau mau memberiku kesempatan?” Tanyaku dengan hati-hati

“Aku akan menjawab setelah acara ini selesai”

“Aku tidak bisa menunggu, Lena”

Gadis itu terdiam.

“Lena?”

“Tidak ada salahnya memberimu kesempatan” Jawabnya

“Kau serius?”

“Ya”

Refleks aku memeluknya. Entah cupid mana yang telah merasukiku. Satu nama tiba-tiba terlintas di otakku. Pram. Manager gila itu yang merencanakan semua ini. Aku sangat berutang budi padanya.

Tepuk tangan terdengar. “Wah taklshow-ku ini sangat berperan penting bagi kalian” Ucap host sambil berdiri dari duduknya

“Kau menjawab seperti itu bukan karena acara ini live kan?” Tanyaku memastikan

“Tentu saja…” Jawabnya

“Maksudmu? “

“Tentu saja tidak. Aku juga merasakan apa yang kau rasakan” Ucapnya dengan tersenyum.

Cerpen Karangan: Ifarifah

Blog: www.ifarifah.blogspot.com

Ini merupakan cerita pendek karangan Ifarifah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya di: Ifarifah untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatan penulis yang telah di terbitkan di cerpenmu, jangan lupa juga untuk menandai Penulis cerpen Favoritmu di Cerpenmu.com!

Cerpen ini lolos moderasi pada: 20 July, 2013

0 komentar:

Posting Komentar